Dalam
kondisi apakah kami disebut layak untuk memulai berfilsafat. Filsafat merupakan
olah pikir yang refleksif. Hidup dapat dibagi menjadi dua yaitu tataran atas
dan tataran bawah. Tataran atas merupakan pikiran/ olah pikir/ logika kita.
Sedangkan tataran bawah yaitu pengalaman kami. Pengalaman hidup orang yang
berusia 21 tahun dengan orang yang berusia 50 tahun tidaklah jauh berbeda.
Ketika 100 tahun yang akan datang, kita semua sama-sama akan menjadi fosil.
Maka dari itu hendaknya kita selalu sadar bahwa kita mempunyai pengalaman
Filsafat
adalah olah pikir yang reflektif. Refleksi itu artinya kenali, mengerti,
ungkapkan kembali dengan kalimat sendiri. Filsafat itu pada intinya mempelajari
tata cara, seperti halnya dengan beribadah, tata cara beribadah itu adalah
ibadah itu sendiri. Maka sebetulnya beribadah itu cara mempelajari tata cara
beribadah.
Potensi
adalah keinginan, yang tentunya masih dalam perjuangan, kita harus berani
menghadapi kenyataan karena bukan filsafat namanya kalau kita tidak berani
menghadapi kenyataan. “Mengapa kita harus berfilsafat?” Pertanyaan ini setara
dengan pertanyaan “Mengapa kita harus berpikir?”. Selama kita menunjuk pikiran
maka selama itulah kita mendapat petunjuk berfilsafat, karena filsafat itu
adalah olah pikir. Berfilsafat itu bisa sendiri, tidak seperti berdagang yang
harus ada pembeli, mengajar yang harus ada muridnya, dll. Oleh karena
berfilsafat itu bisa sendiri maka anda harus bisa membangun sendiri filsafat.
Berfilsafat cukup berbekal dengan dua macam, yang pertama berpikir atau
logika/berpikir kritis/rasional. Bekal yang kedua yaitu pengalaman/pengalaman
hidup. Berfilsafat harus bisa berpikir dari hal yang sepele, namun kita harus
hati-hati karena di atas filsafat adalah spiritual.
Objek
filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, dimana kita bisa mencari
yang mungkin ada. Misalnya adalah kita tidak mengetahui nama cucu Bapak
Marsigit, apakah kita ingin tahu namanya? Jika kita belum tahu namanya maka
nama itu masih mungkin ada di dalam pikiran kita. Namun setelah kita tahu
namanya, maka nama cucu beliau menjadi ada dalam pikiran kita. Segala yang
belum kita ketahui itu sifatnya masih mungkin, sedangkan yang kita ketahui itu
sifatnya sudah ada.
Metode
berfilsafat dalam hal tertentu juga sebagai metode berspiritual, juga
menyangkut metode keilmuan, juga menyangkut metode hidup sehari-hari atau
secara keseluruhan dirangkum menjadi satu kesimpulan metode mempelajari
filsafat yaitu dengan cara metode hidup, karena filsafat itu sendiri adalah
hidup. Filsafat antara orang satu dengan yang lain itu berbeda. Metode hidup
adalah yang seperti kita kerjakan selama ini, sejak lahir hingga usia kini kita
hidup seperti apa saja. Ada membaca, ,mendengar, menulis, berkata, menerapkan,
bertanya, berdoa, dll. Perlu diketahui belajar berfilsafat juga diiringi dengan
berdoa, dan untuk berfilsafat kita harus mempunyai banyak pertanyaan. Saking
pentingnya pertanyaan dalam berfilsafat sampai bisa dikatakan sebenar-benarnya
berfilsafat itu adalah mengutarakan atau mengajukan pertanyaan. Dalam
perkuliahan ini diharapkan mahasiswa dapat berfilsafat dengan baik, yaitu ada
bertanya, mendengar, dll.
Secara
pikiran manusia, hidup itu jika dinaikkan menjadi spiritual yaitu yang paling
tinggi. Artinya kita sebagai orang timur/orang Indonesia yang berpancasila,
orang beragama, itu mengandung pengertian bahwa spiritual itu kedudukannya
paling tinggi, tetapi juga paling mendasar. Setiap hal dalam hidup kita harus
dalam perangkat yang berkualitas, jika tidak akan berbahaya. Berfilsafat
merupakan hak setiap orang. Metode hidup secara spiritual sudah ada
garis-garisnya secara absolute. Tuntunan melalui kitab suci, sunah-sunah Rosul,
hadist, dan seterusnya kemudian diturunkan menjadi norma-norma. Tetapi selama
kita masih memikirkannya, pikiran manusia itu adalah urusan dunia, kalaupun dia
masih bisa memikirkan akhirat.
Analog
dari hati adalah spiritual. Setingi-tinggi ilmumu, secanggih-canggihnya teknologimu
jangan sampai kita belajar filsafat yang dimana itu menggoyahkan imanmu. Musuh
dari filsafat adalah salah paham, maka dalam pembelajaran filsafat harus dengan
banyak bercerita supaya kita paham. Sebagai saran, jika kita ingin berfisafat
satu maka berspiritualah sepuluh, jika ingin berfilsafat dua maka berdoalah dua
puluh, dst. Hal ini supaya sejauh-jauhnya kita menggembara filsafat harus tetap
bisa kembali. Sekali kita tidak bisa kembali maka selamanya juga kita tidak
bisa kembali.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar